Pola Kemitraan
1.
Pengertian
Kemitraan adalah jalinan kerjasama usaha yang saling
menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar
(Perusahaan Mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha
besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan Kemitraan—memperkuat. sebagaimana dimaksud UU No. 9 Tahun 1995, adalah
kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar
disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
2.
Alasan
Terjadi Kemitraan
a) Meningkatkan profit pihak-pihak yang bermitra
b) Memperbaiki pengetahuan situasi pasar
c) Memperoleh tambahan pelanggan
d) Meningkatkan pengembangan produk
e) Memperbaiki proses produksi
f) Memperbaikii kualitas akses terhadap teknologi
3.
Prinsip
dan Dasar Kemitraan
a)
Saling membutuhkan
b)
Saling mendukung dan menguatkan
c)
Saling menguntungkan
d)
Adanya kebutuhan yang dirasakan oleh
pihak yang bermitra
e)
Adanya persoalan intern dan ekstern
usaha yang dihadapi dalam mengembangkan usaha.
f)
Kegiatan yang dijalankan dapat
memberikan manfaat yang nyata yang bersifat “mutual benefit ( sama sama
diuntungkan) bagi pihak – pihak yang bermitra.
4.
Manfaat
Kemitraan
a) Tercapainya produktivitas tinggi
b) Tercapainya efisiensi
c) Jaminan kualitas, kuantitas, kontinuitas
d) Penanganan resiko
e) Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi
pelaku kemitraan
f) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan,
wilayah dan nasional
g) Memperluas kesempatan kerja
5.
Analisis kemitraan
a) Kurang transparansi dalam pelaksanaan
b) Realisasi gelar Kemitraan
masih belum memuaskan
c) Kemitraan tidak berkembang dengan
baik
d) Waralaba dalam negri belum banyak
yang bermunculan
6.
Kendala umum kemitraan
a) Perbedaan antara Usaha Besar dan
Usaha Kecil
b) Kualitas produk
belum terjamin
c) Kerjasama kurang berkembang
d) UB bersifat integrasi vertical
e) Belum berkembangnya sistem dan pola
kemitraan dan unsur pendukung lainnya .
7.
Syarat-syarat
Kemitraan
a) Tujuan umum
yang sama
b) Kesejahteraan
c) Saling
menghargai
d) Saling memberi
konstribusi
e) Ada efek sinergi
f) Saling
menguntungkan
8.
Kerjasama
keterkaitan antar hulu-hilir
Kerjasama keterkaitan antar hilir-hulu. Kerjasama dalam pemilik usaha Kerjasama dalam bentuk bapak-anak angkat, kerjasama dalam bentuk bapak angkat
sebagai modal ventura, Pola
Inti Plasma, Pola
Sub Kontrak,Pola
Dagang Umum, Pola
Waralaba, Pola
Keagenan, Pola
Kerjasama Operasional Agribisnis
A.
POLA KEMITRAAN
Banyak
program pemerintah dan pola-pola kemitraan yang dibuat demi usaha kecil. Hal
ini bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan usaha kecil tangguh dan modern.
Usaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar pada masyarakat dan
usaha kecil yang mampu memperkokoh struktur perekonomian nasional yang lebih
efisien. Pola-pola kemitraan tersebut antara lain:
1. Kerjasama
keterkaitan antar hulu-hilir
2. Kerjasama
keterkaitan antar hilir-hulu
3. Kerjasama
dalam pemilik usaha
4. Kerjasama
dalam bentuk bapak-anak angkat
5. Kerjasama
dalam bentuk bapak angkat sebagai modal ventura
6.
Intiplasma
7.
Subkontrak
8. Dagang
umum
9. Waralaba
10. Keagenan
1. Kerjasama keterkaitan antar hulu-hilir
(forward linkage)
Pembangunan
industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk mengolah langsung sumber
daya alam termasuk sumber energi yang terdapat di suatu daerah, perlu
dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan cabang-cabang dan jenis-jenis industri
yang saling mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
kawasan-kawasan industri. Rangkaian kegiatan pembangunan industri tersebut pada
gilirannya akan memacu kegiatan pembangunan sektor-sektor ekonomi lainnya
beserta prasarananya antara lain yang penting adalah terminal-terminal
pelayanan jasa, daerah pemukiman baru dan daerah pertanian baru. Wilayah yang
dikembangkan dengan berpangkal tolak pada pembangunan industri dalam rangkaian
yang dipadukan dengan kondisi daerah dalam rangka mewujudkan kesatuan ekonomi
nasional, merupakan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri.
Kerjasama
keterkaitan hulu hilir harus berlangsung dalam iklim yang positif
dan konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat
dan saling menguntungkan. Dalam melakukan kerja sama antara perusahaan
industri. Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri
Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah
untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
2. Kerjasama keterkaitan antar hilir-hulu
(backward linkage)
Pertumbuhan
ataupun pemerataan ekonomi dengan penerapan kerjasama keterkaitan hilir hulu
yang tepat guna sejauh mungkin dapat menggunakan bahan-bahan dalam negeri
adalah untuk meningkatkan nilai tambah, memelihara keseimbangan antara
peningkatan produksi dan kesempatan kerja, serta pemerataan pendapatan, dalam
rangka usaha memperbesar nilai tambah sebanyak-banyaknya, maka pembangunan
industri harus dilaksanakan dengan mengembangkan keterkaitan yang berantai ke
segala jurusan secara seluas-luasnya yang saling menguntungkan kelompok
industri hilir, keterkaitan antara kelompok industri hulu/dasar.
Kerjasama
keterkaitan hilir hulu harus berlangsung dalam iklim yang positif dan
konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat dan
saling menguntungkan. Dalam melakukan kerja sama antara perusahaan industri.
Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia,
serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah untuk
meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
3. Kerjasama dalam Pemilik Usaha
Dalam
konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan
antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran
kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang
bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha
besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan
hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak
ada yang saling mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa
saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya.
Adapun
bentuk kerjasama usaha yang lakukan, ada beberapa rambu-rambu yang perlu Di
perhatikan dalam melakukan kerjasama dengan pihak lain. Diantaranya sebagai
berikut :
a.
Perjanjian Tertulis
Penting sekali bagi siapa pun untuk melakukan perjanjian
tertulis atas kerjasama usaha yang dilakukan, sehingga menghindari perselisihan
dan kerugian di belakang hari. Semakin detail isi perjanjian, maka semakin
memperjelas konsep kerjasama yang dibangun. Pastikan perjanjian ini memiliki
kekuatan hukum, dengan tdi tangan pihak-pihak yang terkait di atas materai.
b.
Berdasarkan Asas
Manfaat
Ketika melakukan kerjasama usaha, sebisa mungkin
menguntungkan kedua belah pihak. Jika salah satu merasa terugikan, maka
kerjasama ini tidak bisa diteruskan. Ini perlu, jika Di ingin berinvestasi,
maka Di perlu tahu berapa bagi hasil yang akan Di dapatkan, selama berapa lama,
dan apa resiko yang akan Di hadapi. Uang tidak bisa didapatkan begitu saja, tanpa mengetahui
dengan pasti imbal balik yang akan di dapatkan.
c.
Berdasarkan Asas Adil
Apapun yang tercantum dalam perjanjian, hendaknya
disepakati. Tidak boleh ada yang berbuat curang, dengan tidak menjalankan
kewajibannya. Karenanya, perlu dibuat rincian hak dan tanggung jawab, maupun
job description secara mendetail, sehingga masing-masing memahami dan
menjalankannya dengan baik. Jika ada yang berbuat curang, maka semuanya bisa
diproses melalui jalur hukum, atau kerjasama usaha tidak bisa dilanjutkan.
d. Tidak Ada Unsur Paksaan
Kerjasama usaha harus berdasarkan keinginan pribadi, tanpa adanya paksaan dari
pihak lain. Jika Di merasa tidak cocok untuk bekerjasama dengan orang lain, Di
tidak perlu memaksakannya. Di bisa memilih kerja sendiri sesuai kemampuan.
4.
Kerjasama dalam bentuk bapak dan
anak-angkat
Pada dasarnya pola bapak angkiat
adalah refleksi kesediaan pihak yg mampu atau besar untuk membantu pihak
lainyang kurang mampu atau kecil pihak yang memang memerlukan pembinaan.
Oleh karena itu pada hakikatnya pola
pendekatan tersebut adalh cermin atau wujud rasa kepedulian pihak yang esar
terhadap yang kecil
Pola bapak angkat dalam pola
pengembangan UMK umumnya banyak dilakukan BUMN dengan usaha mikro dan kecil.
5.
Kerjasama dalam bentuk bapak angkat
sebagai pemodal ventura
Merupakan bentuk kerjasama dalam
bentuk suatu investasi melaui pembiayaan berupa penyertaan modal ke dalam suatu
perusahaan swasta (anak perusahaan) sebagai pasangan usaha (investee company)
untuk jangka waktu tertentu.
6. Pola inti plasma
Adalah
merupakan hubungan kemitraan antara Usaha Kecik Menengah dan Usaha Besar
sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Kecil Menegah yang menjadi
plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian
bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan
peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan
produktivitas usaha. Dalam hal ini, Usaha Besar mempunyai tanggung jawab sosial
(corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai
mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola Kemitraan Inti Plasma
Perusahaan
Mitra membina Kelompok Mitra dalam hal:
a. Penyediaan dan penyiapan
lahan
b. Pemberian saprodi.
c. Pemberian bimbingan teknis
manajemen usaha dan produksi.
d. Perolehan, penguasaan dan
peningkatan teknologi.
e. Pembiayaan.
f. Bantuan lain seperti
efesiensi dan produktifitas usaha.
7. Subkontrak
Menurut
penjelasan Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 bahwa pola
subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah
atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang
diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari
produksinya. Atau bisa juga dikatakan, subkontrak sebagai suatu sistem yang
menggambarkan hubungan antara Usaha Besar dan Usaha Kecil Menegah, di mana
Usaha Besar sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku
subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan
tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini Usaha
Besar memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan
kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Model kemitraan ini menyerupai pola kemitraan contract
farming tetapi pada pola ini kelompok tidak melakukan kontrak secara
langsung dengan perusahaan pengolah (processor) tetapi melalui agen atau
pedagang.
Pembinaan
Kelompok Mitra
Kelompok
Mitra perlu ditingkatkan kemampuannya dalam hal:
1. Merencanakan Usaha.
2. Melaksanakan dan mentaati perjanjian kemitraan
3. Memupuk modal dan memanfaatkan pendapatan secara
rasional.
4. Meningkatkan hubungan melembaga dengan koperasi.
5. Mencari dan mencapai skala usaha ekonomi.
Pembinaan
Oleh Perusahaan Mitra
1. Meningkatkan pengetahuan dan
kewirausahaan kelompok mitra.
2. Membantu mencarikan fasilitas
kredit yang layak.
3. Mengadakan penelitian,
pengembangan, dan pengaturan teknologi tepat guna.
4. Melakukan konsultasi dan temu
usaha.
8. Pola dagang umum
Menurut
penjelasan Pasal 27 huruf (c) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, Pola Dagang
Umum adalah “hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau
Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil
produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh
Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya”. Dengan demikian maka dalam pola
dagang umum, usaha menengah atau usaha besar memasarkan produk atau menerima
pasokan dari usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang
diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya.
Bisa
juga dikatakan bahwa pola dagang umum mengandung pengertian hubungan kemitraan
antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra
memasarkan hasil produksi kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra.
9.
Waralaba
Adalah
bentuk hubungan kemitraan antara pemilik waralaba atau pewaralaba
(franchisor) dengan penerima waralaba (franchisee) dalam mengadakan
persetujuan jual beli hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha
(waralaba). Kerjasama ini biasanya didukung dengan pemilihan tempat, rencana
bangunan, pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan, konsultasi,
standardisasi, pengendalian, kualitas, riset dan sumber-sumber permodalan.
Waralaba atau Franchising (dari
bahasa perancis) untuk kejujuran atau kebebasan adalah hak-hak untuk menjual
suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan menurut versi pemerintah
Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu
pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan (HAKI)
atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu
imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam
rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Sedangkan
menurut asosiasi franchise indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba
ialah: Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan
akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu
atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur
dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu
meliputi area tertentu.
Secara
harfiah, waralaba berarti “hak untuk menjalankan usaha/bisnis di daerah
yang telah di tentukan”. Dalam bahasa Prancis waralaba bermakna kejujuran
atau kebebasan. Secara historis, waralaba didefinisikan sebagai
penjualan khusus suatu produk di suatu daerah tertentu (seperti mesin jahit)
dimana produsen memberikan pelatihan kepada perwakilan penjualan dan
menyediakan produk informasi dan iklan, sementara ia mengontrol perwakilan yang
menjual produk di daerah yang telah di tentukan.
Macam
waralaba yang umum saat ini adalah “bisnis format waralaba”.
Dalam transaksi semacam ini, pemberi lisensi waralaba telah mengembangkan
produk atau jasa dan keseluruhan sistem distribusi/pengantaran serta pemasaran
produk atau jasa tersebut. Terkadang, jasa pelayanan komponen barang atau jasa
juga ditambahkan dalam sistem tersebut.
Saat
ini, sistem waralaba yang berkembang pesat di negara-negara indrustri maju
adalah waralaba retail maupun waralaba rumah makan siap saji. Begitupun dengan
di negara berkembang seperti Indonesia, waralaba ritail seperti Alfamart,
Indomart, Circle K, Yomart, mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan.
Di
Indonesia pengaturan tentang waralaba terdapat pada Peraturan Pemerintah R.I No
16 Tahun 1997 yang merumuskan tentang arti :
Waralaba
adalah perjanjian dimana salah satu pihak yang diberikan hak untuk memanfaatkan
dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri
khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan
atau penjualan barang dan atau jasa.
Pemberi
waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan
hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan
intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
Penerima
waralaba (Franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan
hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau
penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
Pengertian
waralaba menurut Asosiasi Franchise Indonesia :
“Suatu
sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik
merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang
telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area
tertentu”. (wikipedia indonesia)
Adapun
yang dimaksud dengan hak kekayaan intelektual (HKI) dalam arti waralaba
tersebut di atas adalah meliputi antara lain : Merek, Nama Dagang, Logo,
Desain, Hak Cipta, Rahasia Dagang dan Paten. Selanjutnya, yang dimaksud dengan
penemuan atau ciri khas usaha misalnya : sistem manajemen, cara penjualan atau
penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari
pemiliknya.
Istilah-istilah
dalam Waralaba
Penanda/Tanda
Waralaba : Esensi bisnis format waralaba adalah merek dagang dari produk atau
jasa tersebut walaupun proses produk atau jasa tersebut juga mungkin telah
memperoleh paten dan hak cipta. Tentunya, penanda waralaba di suatu format
bisnis ini adalah merek dagang produk tersebut. Penanda waralaba juga bernilai
sebagai simbol dari semua ciri bisnis tersebut.
Perjanjian
Waralaba (Franchise Agreement)
Adalah
perjanjian yang mengikat pemberi dan penerima waralaba. Perjanjian ini adalah
perjanjian yang seringkali dikaitkan dengan sejumlah perjanjian tambahan lain,
misalnya perjanjian retail suatu produk, perjanjian untuk memasok komponen,
perjanjian iklan dan sebagainya. Perjanjian harus diadakan secara tertulis, dan
di Indonesia di buat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum
Indonesia.
Pemegang
utama lisensi waralaba (Master Franchisee)
Waralaba
merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak
penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada
penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini
Usaha Besar yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang
diajukan oleh Usaha Kecil Menengah sebagai penerima waralaba kepada pihak
ketiga.
Pemegang
utama lisensi waralaba berhak untuk mengoperasikan waralaba tersebut di suatu
wilayah yang luas cakupannya (misalnya di Indonesia). Umumnya, dimungkinkan
membuka dan mengoperasikan gerai-gerai waralaba di daerah tersebut sebelum
mulai menunjuk penerima waralaba lain sebagai sub-kontraktor (sub-franchisees).
Di Asia, pemegang utama lisensi waralaba ini seringkali datang dari kalangan
bisnis domestik yang memiliki koneksi politik yang baik dengan penguasa dan
berpengalaman dalam menjalankan bisnis skala besar dengan dukungan modal yang
kuat.
Jenis
Waralaba :
Waralaba
dibagi menjadi dua : Waralaba Luar Negeri dan Waralaba Dalam Negeri.
1. Waralaba
Luar Negeri : Cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah
diterima di seluruh dunia, dan cenderung lebih bergengsi.
2. Waralaba
dalam negeri : pilihan investasi bagi orang-orang yang ingin cepat jadi
pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup namun dengan harga yang lebih
terjangkau.
Kunci
keberhasilan bisnis waralaba adalah kekuatan merek, sebelum mewaralabakan
usahanya hendaknya setiap pengusaha mendaftarkan terlebih dahulu merek
dagangnya ke kantor Merek di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia,
maka dengan demikian jika kita telah memiliki merek yang terdaftar peluang
untuk mewaralabakan usaha kita akan lebih terjamin kepastian hukumnya. Selain
itu penerima waralaba akan mempercayai sistem waralaba yang ditawarkan, karena
pemilik waralaba memiliki merek dagang yang terdaftar.
10.
Keagenan
Adalah
hubungan kemitraan antar kelompok mitra dengan perusahaan mitra dimana kelompok
diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha pengusaha mitra.
Keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM
diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola
keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau
memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang
menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung
dengan pihak ketiga.
Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis
perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori
ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori
ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang
(prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu
manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”.
Perbedaan “kepentingan ekonomis”
ini bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya informasi asymmetri (Kesenjangan informasi) antara
Pemegang Saham (Stakeholders) dan organisasi. Diskripsi bahwa manajer adalah
agen bagi para pemegang saham atau dewan direksi adalah benar sesuai teori
agensi.
Teori agensi mengasumsikan bahwa
semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham
sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang
bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen
disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang
menyertai dalam hubungan tersebut.
Contoh nyata yang dominan terjadi
dalam kegiatan perusahaan dapat disebabkan karena pihak agensi memiliki
informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan
dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau
golongannya sendiri (self-interest)
karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary
power).
Contoh lain Keagenan (Agency theory) sebenarnya juga dapat
dipahami dalam lingkup lembaga kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan
menjadi perpanjangan tangan keluarga mahasiswa untuk mengelolah organisasi
menjadi agen yang idealnya mampu mengakomodasi semua kepentingan keluarga.
Namun, terkadang pengurus lembaga kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini
dengan baik. Kecenderungan pengurus lebih memilih melaksanakan kepengurusan
sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga menjadi terabaikan.
Pengembangan akuntansi kontemporer
salah satunya adalah digunakannya Agency Theory dalam menjustifikasi akuntansi
positif. Menurut Baiman (1990), terdapat tiga model hubungan agensi yaitu:
1.
The Principal-Agent Model.
2.
The Transaction Cost Economics Model.
3.
The Rochester Model.
Ketiganya memiliki dua kerangka
kesamaan dan dua perbedaan. Kesamaannya, pertama, ketiganya memahami ketentuan
dan penyebab hilangnya efisiensi yang diciptakan oleh divergensi antara
perilaku kerjasama dan kepentingan individu; kedua, ketiganya menganalisa dan
memahami implikasi perbedaan proses pengendalian menghindari hilangnya
efisiensi pada masalah agensi. Sedangkan perbedaannya, pertama, menekankan
perbedaan sumber-sumber divergensi perilaku kerjasama dan kepentingan individu;
kedua, menekankan perbedaan aspek pada agenda riset pada umumnya; ketiga,
pemodelan berhati-hati yang mendasari konteks ekonomi yang menyebabkan
timbulnya masalah agensi; keempat, derivasi optimalisasi hubungan kerja dan
memahami bagaimana hubungan kerja yang meringankan masalah agensi; kelima,
komparasi hasil-hasil untuk melakukan observasi praktik model yang dipakai dan
menganalisanya. Artinya dalam kerangka umum model hubungan agensi
memperlihatkan bahwa manajer melakukan maksimasi expected utility agar dapat
mempengaruhi desain kontrak kerja mereka. Pemilik dan manajer secara bersama
dibatasi biaya atas masalah agensi, sehingga memerlukan insentif untuk
mendesain kontrak yang mengurangi secara efisien masalah agensi. Dua tokoh
utama (principal dan agent) dalam interaksi bisnis tersebut sebenarnya mengarah
pada kepentingan yang sama, yaitu wealth (kekayaan). Bentuk ekstrim (extreme ways) dari agency theory sendiri sebenarnya adalah ketika hubungan agensi
dijadikan mekanis-matematis untuk kepentingan legitimasi kepentingan “mutualis insklusif“.
ratna, manggalih(2010).kemitraan, irlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar